Legenda Terjadinya Rawa Pening |
Pada jaman dahulu, di suatu desa yang bernama ngasem, hiduplah seorang wanita yang memiliki nama Endang Sawitri. Sawitri adalah gadis desa yang merupakan istri dari seorang raja yang sakti mandraguna. Sayang sekali suaminya tidak tinggal dengan dirinya karena sedang bertapa. Tidak ada seorang pun penduduk desa ngasem yang tahu tentang suami endang sawitri. Singkat cerita, endang sawitri ini sedang hamil. Semakin hari kandungannya semakin besar. Tidak terasa sudah sembilan bulan dia mengandung. Akhirnya dia melahirkan, tetapi anehnya yang dia lahirkan adalah seekor ular. Sehingga warga desa ngasem menjadi geger dengan adanya kejadian tersebut. Ajaibnya anak yang berwujud ular tersebut bisa berbicara seperti halnya manusia biasa. Kemudian Endang sawitri memberikan nama kepada anaknya, yaitu "BARU KLINTING".
Hari terus berganti, baru klinting pun akhirnya menginjak usia dewasa. suatu ketika baru klinting bertanya kepada ibunya.
Baru klinting : Bu, selama ini aku tidak pernah melihat ayah. Sebenarnya aku ini punya ayah atau tidak bu?Ibu : Anakku, tentu kamu punya ayah nak. Ayahmu sampai sekarang juga masih hidup. Ayahmu bukan orang sembarangan nak. Ayahmu adalah seorang raja. Ayahmu kini sedang bertapa nak di gunung Telomoyo. Kamu sudah dewasa nak, jika kamu ingin menemui ayahmu ibu kasih ijin. Tolong kamu bawa klintingan ini, sebagai bukti yang nantinya harus kamu tunjukan kepada ayahmu, bahwa kamu adalah anaknya.
Baru Klinting : Iya ibu, terimakasih. Ananda sangat senang dan bahagia ibu. Mohon doa restunya.
Lantas dengan hati yang gembira dan penuh semangat berangkatlah baru klinting ke gunung telomoyo. Tepatnya ke pertapaan Ki Hajar Salokantara yang merupakan ayahnya.
Setelah sekian lama berjalan akhirnya baru klinting sampai di padepokan salokantara yang letaknya di gunung telomoyo. Sesampainya di padepokan baru klinting dengan hormat lantas bertanya :
Baru Klinting : Mohon maaf ki Ageng! Apa benar ini padepokan atau pertapaan salokantara?
Ki Hajar Salokantara : Benar anak muda. Kalau boleh tahu kamu ini siapa dan apa keperluan kamu datang ke padepokanku?
Baru Klinting : Mohon maaf ki ageng! Saya baru klinting. Saya berasal dari des ngasem. Anak dari ibunda Endang Sawitri. Tujuan saya datang di padepokan ini adalah ingin mencari ayah saya. Kata ibu saya ayah saya bernama ki hajar salokantara. Apakah ki ageng adalah ki hajar salokantara?
Ki Hajar Salokantara : Benar anak muda, aku sendiri ki hajar salokantara. Kalau kamu benar anak dari Endang Sawitri, apa buktinya nak?
Baru Klinting : "Terdiam sambil menyerahkan klintingan yang sudah di beri oleh ibunya kepada ki hajar salokantara."
Ki Hajar Salokantara : Iya benar anak muda. Ini adalah klintingan yang pernah aku serahkan kepada ibumu.
Baru Klinting : "Dengan penuh rasa gembira dan bahagia melakukan sembah sujud di hadapan ki hajar salokantara."
Ki Hajar Salokantara : Nanti dulu anak muda. Kalau kamu sanggup aku menginginkan satu bukti lagi darimu.
Baru Klinting : Saya sanggup ki ageng hajar salokantara.
Ki Hajar Salokantara : Kalau kamu memang benar anakku, kamu harus bisa melingkari gunung telomoyo ini. Coba kamu lakukan anak muda!.
Baru Klinting : Baik. Saya akan melakukannya Ki Ageng!
Lantas baru klinting bergegas untuk melingkari gunung telomoyo dengan tubuhnya dan dia berhasil melakukannya. Akhirnya ki hajar salokantara pun mengakui bahwa baru klinting adalah anaknya. Lantas baru klinting menerima perintah, untuk melanjutkan pertapaannya di dalam hutan yang letaknya di lereng gunung.
Suatu hari penduduk desa pathok, adalah desa yang berada di sekitar gunung telomoyo. Akan mengadakan pesta syukuran sedekah bumi. Sedekah bumi adalah acara rutin yang mereka lakukan setelah panen hasil bumi usai. Dalam pesta tersebut akan di adakan acara tari-tarian yang beraneka ragam. Untuk memeriahkan acara tersebut rakyat desa pathok beramai-ramai menuju hutan di gunung telomoyo untuk berbur hewan. Pada perburuan tersebut, jangankan seekor rusa, seekor ayampun tidak mereka dapatkan. Ketika salah satu warga ada yang kesal dan membacok-bacokkan parangnya ke akar pepohonan. Bacokan tersebut mengenai tubuh baru klinting, dimana tubuh tersebut dikira akar pepohonan. Lantas tubuh baru klinting dipotong-potong dan dagingnya dibawa pulang, yang kemudian dimasak untuk acara pesta sedekah bumi.
Waktu yang ditunggu telah tiba, acara pesta syukuran sedekah bumi desa pathok pun tiba. Dalam acara pesta tersebut datanglah seorang anak yang merupakan jelmaan dari baru klinting yang sakti. nak tersebut terlihat sangat lusuh dan dekil dengan pakaian yang compang camping mirip pengemis. Lantas anak jelmaan baru klinting tersebut ikut di dalam hiruk pikuknya pesta sambil meminta sedikit santapan hidangan yang ada. Baru klinting meminta dengan wajah penuh memelas. Akan tetapi oleh warga desa pathok, baru klinting di acuhkan dan tidak di tanggapi. Selain diacuhkan, baru klinting juga tidak diberi makanan sedikitpun, malahan banyak warga yang ramai-ramai mengusir baru klinting, karena dia dianggap pengemis yang menjijikkan dan memalukan. Lantas baru klinting prgi dengan penuh rasa sakit hati. Di tengah jalan dia bertemu dengan seorang nenek janda tua yang baik hati. Nenek tersebut mengajak baru klinting ke rumahnya. Dirumah nenek tersebut menyediakan dan memberikan hidangan kepada baru klinting. Sebagaimana dia menghormati seorang tamu. Setelah selesai menyantap makanan yang iberikan sang nenek lantas baru klinting berkata.
Baru klinting : Nek, terimakasih ya nek atas kebaikan nenek kepada saya. Atas belas kasihannya kepada saya. nenek sudah memberikan makanan yang banyak kepada saya.
Nenek : Sama-sama Cu! Tidak perlu dilebih-lebihkan. Bukankah didunia ini sesama manusia harus saling mengasihi dan menghormati.
Baru klinting : Iya nek. Nenek sangat baik. Terimakasih ya nek. Nek, kalo boleh saya berpesan, nenek siapkan lesung ya?.
Nenek : Lho memangnya ada apa cu?
Baru klinting : Tidak ada apa-apa nek, buat jaga-jaga saja. Ya nek ya?
Nenek : Iya Cu, nenek akan ikuti saran kamu.
Akhirnya sang nenek mengikuti dan melaksanakan saran yang diberikan oleh baru klinting.
Kemudian baru klinting pamit kepada nenek tersebut, lantas kembali lagi menuju acara pesta rakyat desa pathok. Baru klinting coba meminta sedikit hidangan lagi kepada warga. namun hasilnya lagi-lagi baru klinting tidak di berikan makanan, malah di tendang-tendang diusir disuruh pergi. Lantas dengan hati yang bergemuruh penuh dengan kemarahan, baru klinting berteriak dengan keras dan lantang untuk mengadakan sayembara :
Baru Klinting : HAI, KALIAN SELURUH WARGA DESA PATHOK YANG KIKIR DAN SOMBONG. COBALAH KALIAN CABUT LIDI YANG KUTANCAPKAN DITANAH INI JIKA KALIAN BISA?.
Lantas dengan menunjukan kegagahannya para warga berlomba untuk mencabut lidi yang ditancapkan ke tanah oleh baru klinting. Tidak ada satu pun warga yang sanggup untuk mencabut lidi tersebut.
Baru Klinting : Oh, ternyata cuma segitu kemampuan kalian. Tidak sebanding dengan kekikiran dan kesombongan kalian!.
Lantas baru klinting sendiri yang mencabut lidi tersebut. Dari bekas cabutan lidi tersebut muncul mata air yang makin lama makin membesar. Saking besarnya air yang keluar dari mata air tersebut dalam sekejab desa tersebut berubah menjadi telaga. Seluruh warga tewas tenggelam. Hanya seorang nenek yang selamat dikarenakan naik lesung. Tanah yang ikut tertarik oleh lidi dan mental, diyakini kini menjadi gunung yang diberi nama "GUNUNG KENDALI SODO". Dan desa yang tenggelam oleh air membentuk rawa dengan air bening di beri nama "RAWA PENING". Nah tersebut adalah cerita tentang legenda terjadinya rawa pening. Mudah-mudahan bisa menghibur adik-adik dan bisa menambah wawasan.
Pesan Moral :
Dalam hidup sebagai makhluk sosial, dimana kita hidup saling berdampingan dengan tetangga, sanak saudara, famili janganlah menjadi manusia yang kikir, angkuh dan sombong.
No comments:
Post a Comment